Kamis, 03 Maret 2011

Meningkatkan Mutu dan Kesejahteraan Guru

Kondisi pendidikan saat ini, menuntut guru agar menjadi salah satu faktor penentu meningkatnya mutu pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar.
Indonesia termasuk salah satu negara yang jumlah guru berpendidikan primer setara S1 yang kurang dari 50 persen. Ini berarti dari jumlah 2,7 juta guru, sebanyak 1,35 juta orang guru belum mencapai kualifikasi S1. Laporan Diknas tahun 2006 menjelaskan bahwa guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV, baru mencapai target 35,6% saja. Jadi, sebanyak 64,4% guru belum memenuhi kualifikasi S1/D-IV. Sedangkan, dosen yang memenuhi kualifikasi S2/S3 baru mencapai 54,02%. Jadi, masih ada sebanyak 45,08 % dosen yang belum memenuhi kualifikasi S2/S3. Pada tahun 2007, Kemendiknas baru berhasil meningkatkan kualifikasi guru hingga S1/D4 sebanyak 81.800 guru dan melakukan sertifikasi guru sebanyak 147.217 orang.
Padahal, dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, guru merupakan pemegang peran yang amat sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, maka tidak ada gunanya. Artinya, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan tergantung pada kondisi mutu guru.
Hal ini ditegaskan UNESCO dalam laporan The International Commission on Education for Twenty-first Century, yakni "memperbaiki mutu pendidikan pertama-tama tergantung perbaikan perekrutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi kerja para guru; mereka membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, karakter personal, prospek profesional, dan motivasi yang tepat jika ingin memenuhi ekspektasi stakeholder pendidikan" (Jacques Delors 1996). Karena itu, upaya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan para guru adalah suatu keniscayaan.
Disinilah guru dituntut memiliki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik. Dia tidak hanya dituntut mampu melakukan transformasi seperangkat ilmu pengetahuan (cognitive domain) dan aspek keterampilan (psycomotoric domain) saja, akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk mengejewantahkan hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).
Mahdi Ghulsyani seorang cendekiawan muslim memandang bahwa guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas penalaran, ketaqwaan dan pengetahuan. Ia memiliki karakteristik: bermoral, mendengarkan kebenaran, mampu menjauhi kepalsuan ilusi, menyembah Tuhan, bijaksana, menyadari dan mengambil pengalaman-pengalaman.
Dalam pepatah Jawa, guru adalah sosok yang digugu omongane lan ditiru kelakoane (dipercaya ucapannya dan dicontoh tindakannya). Menyandang profesi guru, berarti harus menjaga citra, wibawa, keteladanan, integritas, dan kredibilitasnya. Ia tidak hanya mengajar di depan kelas, tapi juga mendidik, membimbing, menuntun, dan membentuk karakter moral yang baik bagi siswa-siswanya.
Untuk menghadirkan sosok guru yang bermutu guna mencapai pendidikan berkualitas, guru harus mendapatkan program-program pelatihan secara tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap melakukan inovasi. Guru juga harus mendapatkan penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian dan jasanya. Sehingga, setiap inovasi dan pembaruan dalam bidang pendidikan dapat diterima dan dijalaninya dengan baik.
Dengan meningkatnya mutu guru, kita akan memiliki para guru yang mampu melahirkan nilai-nilai unggul dalam praktik dunia pendidikan. Sehingga, lahirlah sosok-sosok manusia yang memiliki karakter: Beriman, Amanah, Profesional, Antusias dan Bermotivasi Tinggi, Bertanggung Jawab, Kreatif, Disiplin, Peduli, Pembelajar Sepanjang Hayat, Visioner, Menjadi Teladan, Memotivasi, Mengilhami (Inspiring), Memberdayakan, Membudayakan, Produktif, Responsif dan Aspiratif, Antisipatif dan Inovatif, Demokratis, Berkeadilan, dan Inklusif.
Mengharapkan hadirnya sosok guru yang memiliki kompetensi, idealisme, dan profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, tentu saja tergantung pada tingkat kesejahteraan yang diperoleh guru sebagai imbalan atas dedikasi tugas profesinya. Karena itu, kelahiran Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang semula diharapkan menjadi landasan dan tonggak penting dalam peningkatan idealisme dan peningkatan mutu, kesejahteraan serta martabat guru, sudah selayaknya diimplementasikan secara nyata. Sehingga, profesi sebagai guru menjadi benar-benar mulia dan bermartabat. Guru tidak lagi dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi, jasa-jasa guru betul-betul diperhatikan dan dihargai dengan layak dan manusiawi.
Agar mutu guru semakin dapat ditingkatkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pada program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan tahun 2008 untuk kegiatan sertifikasi pendidik bagi sekitar 200.000 orang guru, peningkatan kualifikasi akadeik guru ke S1/D4 sebanyak 270.000 guru, peningkatan kompetensi guru Dikdas sebanyak 3.049 guru, dan peningkatan kompetensi guru Dikmen sebanyak 12.828 guru.
Adanya komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru bisa dijadikan sebagai momentum pembangkit kembali idealisme guru dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Sehingga, masa depan Indonesia bisa lebih maju, berkualitas, berbudaya, cerdas, dan dapat bersaing dalam percaturan dunia. Namun, persoalannya adalah bagaimana agenda tersebut dapat diimplementasikan dan diwujudkan secara nyata, konkret, dan didasarkan atas kemauan politik dan keseriusan tekad pemerintah.
Terlepas dari masih banyaknya persoalan kebangsaan yang menjerat kita, dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, komitmen serius untuk terus meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru merupakan suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, jika kita mau betul-betul serius ingin membangun bangsa ini menjadi lebih beradab. Sebab, guru yang bermutu dan sejahtera memegang peran amat sentral dalam proses pendidikan.
Pada peringatan hari pendidikan nasional 02 Mei 2010 ini, kita masih tetap mengharapkan peran strategis pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan, harkat, martabat, dan wibawa guru. Pemerintah harus komitmen dalam melaksanakan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sehingga pembangunan peradaban bangsa melalui sektor pendidikan dapat berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita kemerdekaan bangsa ini. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mau memuliakan dan mensejahterakan guru. Wallahu ‘Alam bish Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar